Translate

Selasa, 13 Mei 2014

Food Additive Analysis

BAB X
ANALISIS BAHAN TAMBAHAN PANGAN

easy4test.blogspot.com



 

Description: Description: Description: Borak kit tester

A. Pre-lab

1. Apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan atau food additives?
    Berdasarkan peraturan Menteri RI Nomor 329/Menkes/PER/XII/1976 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan pada saat pengolahan makanan, guna meningkatkan mutu suatu makanan tersebut. Termasuk ke dalam bahan tambahan makanan adalah pengawet, pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, antigumpal, pemucat, serta pengental (Rohman, 2007).
    Bahan tambahan makanan digunakan untuk beragai fungsi antara lain untuk meningkatkan umur simpan suatu produk pangan (pengawet), atau untuk melindungi makanan dari ketengikan (sebagai antioksidan). Penggunaan bahan tambahan makanan diatur oleh suatu badan resmi dalam suatu negara, misalnya penggunaan zat warna dalam makanan (Gholib, 2007).

2. Sebutkan syarat bahan tambahan yang dapat diaplikasikan pada produk pangan!
    Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan pada penggunaan bahan tambahan makanan, yaitu:
  •     Bahan tambahan yang digunakan sudah diakui pada penambahan suatu produk pangan, bukan bahan tambahan selain pangan, misalnya bahan tambahan rodamin B untuk produksi tekstil, maka tidak boleh ditambahkan pada suatu produk pangan.
  •      Penggunaan bahan tambahan harus sesuai dengan batas kadar yang sudah ditentukan oleh yang badan bertanggungjawab (tidak boleh melebihi ambang maksimum penggunaan)
  •     Bahan tambahan yang digunakan pada produk pangan menjamin aspek safety and healthy.
  •     Konsentrasi bahan tambahan misalnya pengawet,  yang diizinkan oleh peraturan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme – organisme pencemar, oleh karena itu populasi mikroba dari pangan yang diawetkan harus dipertahankan seminimum mungkin dengan cara penanganan dan pengolahan yang sinergis (Yuliarti, 2009).


3. Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan pewarna alami dan sintesis!
    a). Pewarna alami
Ø  Kelebihan: sehat digunakan dalam jangka waktu yang lama, baik untuk kesehatan dan alat pencernaan, tidak mengandung bahan kimia berbahaya.
Ø  Kelemahan: warnanya yang tidak homogen, ketersediaannya yang terbatas, mahal.
    b). Pewarna sintetik
Ø  Kelebihan: menghasilkan warna yang lebih kuat, menarik,  bersifat stabil meski jumlah pewarna yang digunakan sedikit, sumber mudah didapatkan, murah.
Ø  Kelemahan: tidak aman bagi kesehatan, menyebabkan gangguan pencernaan, karsinogen dalam jumlah berlebih, dll.
(Anonim, 2013).












TINJAUAN PUSTAKA REAGEN

Penentuan kandungan bahan  tambahan makanan berbahaya ( formalin, borak, dan pewarna berbahaya ) digunakan beberapa jenis reagen, yaitu: reagen FMR untuk uji formalin; BMR ( Borax Main Reagent), adalah reagen untuk uji borak;  serta CMR ( Colour Main Reagent), adalah reagen untuk uji pewarna berbahaya (Prasetya, 2013).
  1. Reagen FMR (Formalin Main Reagent)
                                                             Description: Description: Description: Image(38)  
Gambar 1 Reagent Kit FMR
Adalah salah satu reagent Kit khusus untuk  uji kandungan formalin pada makanan. Reagen Kit  ini berupa reagen atau cairan dalam kemasan botol tetes, ukuran 15 ml, bisa dipakai untuk menetapkan kandungan formalin 3 sampai 5 sampel makanan. Prosedur dan cara kerja menggunakan FMR adalah sebagai berikut :
  1. Siapkan tabung reaksi ( gelas ) transparan yang bersih
  2. Masukkan ± 1 g bahan yang diselidiki
  3. Tambahkan 2- 3 ml reagen FMR ( Bahan yang diselidiki sebagaian besar terendam)
  4. Kocok selama 3- 5 menit.
  5. Diamkan selama 5- sampai 10 menit , amati timbul warna larutan  dari kuning menjadi ( pink, ungu, atau biru) tergantung konsentrasi formalin dalam makanan, berarti positip. Apabila warna larutan / cairan tetap kuning, berarti negatif.  Bukan warna bahannya.





2.      Reagen BMR (Borax Main Reagent)

Gambar 2. Regent Kit BMR

Merupakan salah satu reagent Kit untuk penentuan kandungan borak pada makanan yang diselidiki.  Reagen Kit ini berupa reagen atau cairan dalam kemasan botol tetes ukuran 15 ml. Reagent Kit ini bisa dipakai untuk menentukan kandungan kandungan borak  sebanyak 10 sampel bahan makanan yang diselidiki, dengan cara kerja sebagai berikut (Prasetya, 2013):

    1. Siapkan cawan porselin atau  lepek ( alas cangkir warna putih)
    2. Ambil potongan makanan yang diselidiki, ukuran 1 x 2 cm , letakkan di atas cawan.
    3. Tambahkan atau tetesi dengan reagen BMR, sampai sebagaian besar permukaan basah,  diamkan selama 3 – 5 menit.
    4. Amati, apakah terjadi perubahan warna atau tidak. Apabila warna tetap kuning berarti negatif, apabila timbul warna merah darah, berarti positif.






3.      Reagen CMR (Colour Main Reagent)

Description: Description: Description: Image(49)
Gambar 3 . Reagent Kit  CMR

Adalah reagen kit untuk penentuan adanya kandungan zat pewarna berbahaya dalam makanan dan minuman. Dalam bentuk cairan dalam botol tetes ukuran 15 ml, dapat dipakai untuk uji kandungan zat warna berbahaya sebanyak 3 sampai 5 sampel makanan atau minuman.
Reagen ini dilengkapi dengan dua cairan pembantu sebagai pengekstrak, yaitu berupa  cairan ammonia pekat dan petroleum, masing- masing dalam botol tetes ukuran 15 ml. Dengan prosedur kerja sbb (Prasetya, 2013):

    1. Ambil 1 g atau 2 ml bahan yang diselidiki
    2. Masukkan dalam tabung reaksi bersih
    3. Tambahkan 5 tetes  reagen   amonia pekat, hati- hati jangan dihirup
    4. Tambahkan 3- 5 ml reagen  petroleum, hati- hati mudah terbakar
    5. Kocok kuat- kuat selama 3- 5 menit
    6. Diamkan sampai terjadi pemisahan larutan, dalam tabung reaksi
    7. Tuangkan larutan yang ada pada lapisan atas, dalam tabung reaksi lain yang bersih.
    8. Tambahkan 3- 5 ml reagen CMR, kocok kuat- kuat selama 3- 5 menit
    9. Diamkan dan amati, pada cairan bagian bawah tabung reaksi, kalau warna tetap putih berarti negative. Apabila timbul warna, berarti positif.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Apa Kelebihan dan Kekurangan dari Pewarna Alami. http://www.brainly.co.id.
Diunduh pada 13 Mei pukul 12.19 WIB.

 Rohman, Abdul dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada

Gholib, Ibnu Gandjar. 2007. Metode Kromatografi untuk Analysis Makanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Prasetya. Pendeteksi Bahan Tambahan Makanan. http://www.prasetya.ub.ac.id. Diunduh pada
13 Mei Pukul 12.25 WIB.
Description: Description: Description: Borak kit tester

Yuliarti dan Nurheti. 2009. Awas! Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi I. Andi. Yogyakarta.

















Jumat, 02 Mei 2014

Sanitation and Waste Management



TUGAS PAPER
SANITASI DAN PENGOLAHAN LIMBAH
(PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI IKAN)
Disusun Oleh:
1.      Elga Wuri P.                 (125100101111021)
2.      Qory Amalia                 (125100101111023)
3.      Novita Kartika S.         (125100101111025)
4.      Yatik                              (125100101111027)
Kelas-G

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014






                                                                 PENDAHULUAN

            Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan hasil laut. Umumnya hasil laut tersebut dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai macam olahan hasil laut dapat dijumpai diberbagai wilayah Nusantara. Industri olahan yang ada umumnya masih konvensional atau miniplan, di mana lokasi industri masih berdekatan dengan tempat penangkapan ikan sebagai penyediaan sumber bahan baku olahan. Sementara, pada umumnya pengolah tradisional maupun industry menengah – bawah tidak melakukan penanganan limbah yang dihasilkan dari hasil pengolahan ikan, sehingga terjadi pencemaran air dan menimbulkan bau khas ikan yang tercium di sekitar area pengolahan. Demikian halnya pada limbah air pencucian ikan yang masih mempunyai kandungan protein, lemak, serta zat padat terlarut yang tinggi. Beberapa perusahaan pengolahan ikan sudah melakukan penanganan air pencucian sebelum dibuang ke saluran air.
            Menurut  Undang-undang  Republik  Indonesia  (UU  RI)  No.  32  Tahun  2009  tentang  Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), secara  umum,  limbah  adalah  bahan  sisa atau  buangan  yang  dihasilkan  dari  suatu  kegiatan  dan  proses  produksi,  baik  pada  skala rumahtangga,  industri,  pertambangan,  dan  sebagainya.  Bentuk  limbah  tersebut  dapat berupa  gas  dan  debu,  cair  atau  padat.  Di  antara  berbagai  jenis  limbah  ini  ada  yang bersifat  beracun  atau  berbahaya  dan  dikenal  sebagai  Limbah  Bahan  Berbahaya  dan Beracun (Limbah B3). Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan penanganan yang baik terhadap limbah tersebut agar jumlah polutan berkurang sehingga tidak mencemari lingkungan.
            Limbah perikanan sendiri adalah sisa buangan dari sebuah perusahaan perikanan yang tidak diinginkan yang bersifat organik maupun non organik. Menurut Colic et al. (2011) menuliskan bahwa tipe utama dari limbah yang ditemukan pada industri pengolahan ikan adalah darah, kulit, kepala ikan, sisik, tulang ataupun sisa daging yang menempel pada tulang.
                 PT Inti Luhur Fuja Abadi adalah salah satu perusahaan perikanan yang bergerak di bidang pembekuan fillet ikan yang telah berupaya semaksimal mungkin untuk menangani limbah yang ditimbulkan dari proses produksi. Untuk menangani berbagai limbah yang dihasilkan, PT ILUFA telah melakukan bebagai penanganan limbah guna meminimalisir dampak yang tidak diinginkan, sehingga dari sudut pandang itulah perlu untuk mengetahui sifat dan karakteristik limbah yang dihasilkan guna memahami dasar – dasar teknologi pengolahan limbah. Teknologi pengolahan limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.


JENIS DAN KLASIFIKASI LIMBAH YANG DIHASILKAN
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang satu dengan limbah lainnya.
a.    Jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah: 
                                   ·          Limbah  padat,  yang  lebih  dikenal  sebagai  sampah.  Bentuk  fisiknya  padat. Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008,  sampah  adalah sisa kegiatan  sehari- hari  dan/atau  proses  alam  yang  berbentuk  padat. Contoh:  sisa-sisa  organisme,  barang dari plastik, kaleng, botol, dll.  
                                   ·          Limbah cair. Bentuk  fisiknya  cair. Contoh:  air buangan  rumahtangga, buangan industri, dll. 
                                   ·          Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri.
b.      Jenis limbah dari zat pembentuknya adalah:
                              ·          Limbah organik. Limbah  ini dapat  terurai secara  alami, contoh: sisa organisme  (tumbuhan, hewan).
                              ·          Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik, botol,, kaleng, dll.


            Disamping  pembagian  berdasarkan  zat  pembentuk  dan  bentuk  fisiknya,  ada  yang disebut  Limbah  Bahan  Berbahaya  dan  Beracun  (Limbah  B3),  limbah  ini  dapat
berbentuk  padat,  cair  dan  gas.  Limbah  B3  ialah  setiap  bahan  sisa  (limbah)  suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena mudah  meledak,  mudah  terbakar,  bersifat  reaktif,  beracun,  menyebabkan  infeksi, bersifat  korosif,  dan  lain-lain  yang  bila  diuji  dengan  toksikologi  dapat  diketahui termasuk  limbah  B3,  serta  konsentrasi  atau  jumlahnya  yang  baik  secara  langsung maupun  tidak  langsung dapat merusak, mencemarkan  lingkungan, atau membahayakan kesehatan  manusia.  Contoh:  limbah  medis  (suntikan,  botol  obat),  limbah  industri, baterai, accu (aki), oli bekas, dll.
  
KARAKTERISTIK (KOMPOSISI) LIMBAH
A.  Limbah padat
Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram (Annonymousa, 2010). Limbah tersebut tersusun atas makro dan mikrokomponen yang masih dapat dimanfaatkan, seperti kandungan protein dan kalsium pada tulang ikan, karbohidrat, asam lemak pada kulit, mineral, serta komponen lain yang bergizi bagi consumer. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan (Nabil, M. 2006).
B.            Limbah cair
Limbah cair hasil buangan hasil industri pengolahan ikan mengandung berbagai macam bahan organic seperti sisa daging, isi perut, protein, lemak, serta karbohidrat yang akan berpengaruh terhadap karakteristik limbah cair tersebut. Selain komposisi bahan baku, teknologi proses yang digunakan juga turut menentukan karakteristiknya (Gonzales, 1996). Oleh karena itu, karakteristik awal dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia untuk mengetahui cara penanganan terbaik yang harus dilakukan. Berikut adalah parameter untuk limbah cair hasil pengolahan ikan PT ILUFA.
Parameter
Kadar maksimum
BOD
39.4 mg/L
COD
91.2 mg/L
TSS
20
Minyak dan lemak
<1.05 mg/L
pH
8.5
Sementara berdasarkan Aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) Limbah Cair Industri Ikan Sesuai  KEP-51/MENLH/10/1995, yaitu:
Parameter
Batas maksimal yang dianjurkan


Fisika

Suhu
400C

TDS
4000 ppm

TSS
400 ppm

Kimia

pH
6 – 9

Sulfida (H2S)
0.1 mg/L

Amonia bebas
5 mg/L

Nitrat
30 mg/L

Nitrit
3 mg/L

BOD5
150 mg/L

COD
300 mg/L

Minyak/lemak
10 mg/L

*Sumber: Oktavia, 2012. jurnal Agrointek Volume 5, No. 2. Teknologi Industri Pertanian    FATETA – IPB
Hasil pengujian limbah cair PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah diketahui parameter nilai BOD, COD, TSS, minyak dan lemak serta pH. Sehingga ketika dibandingkan dengan standar baku mutu untuk limbah cair oleh KEP-51/MEN LH/10/1995 dapat dianalisis bahwa nilai BOD  menunjukkan 39.4 mg/L, apabila dibandingkan dengan standar baku mutu telah memenuhi syarat karena kadar maksimum nilai BOD5 adalah 150 mg/L. Sedangkan untuk nilai COD menunjukkan 91.2 mg/L sehingga telah memenuhi syarat nilai standar baku mutu yaitu batas maksimal nilai COD adalah 300 mg/L. Dari data tersebut menunjukkan nilai COD>BOD.
 Total Solid Suspended menunjukkan hasil 20 ppm sehingga apabila dibandingkan dengan standar baku mutu limbah cair nilai TSS memiliki batas maksimal yang dianjurkan yaitu 400 ppm sehingga telah memenuhi persyaratan  karena nilai TSS tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan. Sedangkan, kandungan minyak dan lemak menunjukkan  1.05 mg/ L apabila dibandingkan dengan standar baku mutu dapat dikatakan dapat memenuhi standar baku mutu pengolahan limbah cair karena tidak melebihi batas maksimum yang dianjurkan untuk kandungan minyak dan lemak yaitu 10 mg/L. Sedangkan untuk nilai pH yang terkandung menunjukkan nilai 8.5 sehingga telah memenuhu batas maksimum standar baku mutu limbah cair karena rentang pH yang dianjurkan antara 6 sampai 9. Sehingga dari analisis data tersebut dapat dikatakan limbah cair PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah memenuhi standar baku mutu limbah cair, karena dari data tersebut parameter yang diukur yaitu nilai BOD, COD, TSS, minyak dan lemak serta nilai pH tidak melebihi ambang batas maksimal yang dianjurkan.
C.  Limbah  gas
            limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa gas buang pada proses pembuangan gas CO, amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan (Nabil, M. 2006). Limbah gas akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis (Annonymousa, 2010).


                         PARAMETER DAN METODE PENGUKURAN LIMBAH

Untuk menentukan derajat pengotoran air limbah industri:
1.    Mengukur adanya E.Coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah E.Coli untuk setiap ml air limbah. Jelaslah yang diukur disini ialah bahan pengotor yang bersifat organis.
2.    Mengukur suspended solid, yang biasanya dinyatakan dalam ppm.
3.    Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah industri yang dinyatakan dalam ppm.
4.    Mengukur kadar oksigen yang larut yang dinyatakan dalam ppm. Pengukuran kadar oksigen yang larut ini dianggap pokok karena dengan diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan apakah air tersebut dapat dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara ikan, tumbuhan dan lain sebagainya.
     Ada beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar oksigen dalam air limbah industri, antara lain yaitu Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand), Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand), dan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen).




                                                         PENGOLAHAN LIMBAH
1.      Limbah Padat
Berdasarkan limbah yang diperoleh PT ILUFA, limbah padat dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yakni
a)      Limbah padat basah
Terdiri dari kepala ikan kakap merah, tulang, sisik ikan, isi perut, insang, daging tetelan, duri ikan, serta kulit. Secara keseluruhan, limbah tersebut diolah dengna cara dipotong dan dipisahkan per bagian, dan beberap bagian seperti kepala ikan dan daging tetelan, kemudian dibekukan supaya tidak menimbulkan bau busuk. Adapun secara detailnya sebagai berikut.
·         Kepala ikan
Diproses dengan cara memisahkan bagian kepala dari badan ikan. Kemudian dicuci dan disimpan  kedalamAir Blast Freezer. Hasil limbah kemudian dijual kepada pengepul dan dirumah makan yang bias diolah menjadi nugget. Harganya berkisar Rp, 20.000 /kg untuk ikan angoli. Adapun dari segi nutrisinya, kepala ikan dan mata ikan mengandung polysacharida yang berfungsi mengontrol aliran darah (Wadji, 2012).
·         Tulang ikan
Pengolahan limbah tulang ikan dilakukan dengan cara mengambil daging ikan, dipisahkan dari kepalanya, kemudian dicuci dan disimpan  kedalamAir Blast Freezer. Tulang ikan yang sudah dibebukan kemudian dijual kepada pengepul untuk dimanfaatkan menjadi tepung ikan.
Adapun dari segi nutrisinya, tepung ikan mempunyai kndungan gizi lebih dibandingkan dengan tepung biasa. Kandungan tulang ikan dapat menjadi sumber mineral seperti Ca2+ , kolagen, yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tulang dan gigi (Wadji, 2012).
·         Sisik ikan
Pengolahan sisik ikan dilakukan dengan cara dicuci bersih, kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Sisik ikan yang telah dijemur tersebut akan berwarna putih cerah. Hasil jemuran sisik ikan dijual dengan kisaran harga Rp. 10.000 /kg.
Adapun dari segi nutrisi, sisik ikan mengandung senyawa organic lain seperti protein 40 – 84 % yang berupa kolagen dan ichtylepidin.Kolagen banyak dimanfaatkan dalam bidang medis maupun kosmetik.Kandungan kolagen pada ikan mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan kolaagen yang diperoleh dari limbah peternakan (Wadji, 2012).
·         Isi perut ikan
Proses pengolahannya sama seperti limbah sebelumnya. Sebagian besar dibeli konsumen untuk pakan ternak dengan harga Rp. 200/kg (Wadji, 2012).
·         Daging tetelan
Diperoleh dari sisa daging pada proses fillet yang tidak terpakai dan telah dipisahkan melalui proses trimming. Proses pengolahan daging tetelan sama dengan  limbah lainya, yaitu dicuci kemudian disimpan dalam Air Blast Freezer. Apabila pembeli membeli tanpa dibekukan, maka perusahaan akan menjual dengan harga Rp. 6000/kg, sementara yang sudah dibekukan, harga mencapai Rp. 8000/kg. apadun daging tetelan tersebut oleh pembeli digunakan untuk membuat nugget  ikan, kerupuk, tempura (Wadji, 2012).
·         Duri ikan
Duri biasanya dijiual kepada warga sekitar pabrik dengan harga Rp. 3000 – Rp. 6000/kg.Duri tersebut dapat digunakan untuk membuat kerupuk, dan abon.Duri juga mempunyai nilai nutrisi yaitu kandungan kalsium didalamnya yang sangat baik bagi tulang, serta mencegah osteoporosif (Wadji, 2012).
·         Kulit ikan
Kulit diperoleh dari pemisahan kulit dari dagingnya pada proses skinless fillet. Setelah dicuci, disimpan kedalam Air Blast Freezer.harga penjualan biasanya  berkisar Rp. 2.750/kg, namun jika telah dikemas dan dibekukan, harganya naik menjadi Rp. 4000/kg (Wadji, 2012).

b)      Limbah padat kering
Limbah tersebut berupa karton, plastic spons (plastic bekas CO), plastic untuk alas  ikan, sarung tangan latex, serta plastic vakum. Plastic vakum apabila telah dua kali digunakan  untuk  menyimpan gas CO, maka dibuang dengan cara menyobek plastic plastic tersebut. Plastik dijual dengan harga Rp. 1.000 – Rp. 2.000/kg.Sementara harga limbah karton yang dilapisi oleh lilin Rp. 300/kg, sedangkan yang tidak terlapisi lilin Rp. 750/kg.
Sementara  plastic untuk alas ikan dan sarung tangan latex dikeringkan terlebih dahulu, kemudian dibakar. Tempat untuk pembakaran limbah kering jauh dari tempat produksi, agar tidsk mencemari produk, serta asap yang dihasilkan tidak mengganggu pekerja maupun pemukim sekitarnya. Pembakaran biasanya dilakukan di belakang pabrik didekat pengolahan limbah cair (IPAL) (Wadji, 2012).






2.         Limbah Cair
       Adapun metode yang dilakukan untuk pengolahan limbah cair meliputi diagram berikut ini.


 



Penyaringan 1

Penyaringan 2


 
Pengendapan 1

Aerasi
 

Penyaringan 3


 
Pengendapan 2
 

Penyaringan 4








Limbah cair dibuang ke lingkungan
 
 



(*Sumber: Nurfitriani, 2010)

      ·          Penyaringan 1
Yaitu air limbah dari proses produksi keluar melalui pipa saluran limbah processing dan langsung mengalir ke tempat penyaringan pada bak 1. Limbah disaring dengan ram besi berisi ijuk. Hal tersebut dilakukan agar limbah padat tidak ikut terbawa oleh limbah cair yang akan diproses pada IPAL (Nurfitriani, 2010).
      ·          Penyaringan 2
Selanjutnya limbah dialirkan ke dalam bak 2 untuk dilakukan penyaringan menggunakan batu zeolite, pasir kasar, serta pasir halus, bertujuan untuk mereduksi partikel – partikel yang tidak diinginkan (Nurfitriani, 2010)
      ·          Pengendapan 1 (sedimentasi 1)
Setelah limbah melewati penyaringan, maka dialirkan menuju sumur penampungan , guna menampung limbah sebelum dipompa menuju menara aerasi. Sumur penampungan terdiri dari 3 buah sumur dengan diameter masing – masing 0, 75 meter dan kedalaman 2, 5 meter.
   Tujuan pengendapan pertama adalah mengurangi partikel – partikel terlarut yang terdapat pada limbah cair sisa produksi.Pada bagian atas kolam terdapat pipa yang dapat menyalurkan air limbah untuk dialirkan ke tahapan selanjutnya (Nurfitriani, 2010).
      ·          Aerasi (pemberian oksigen)
Proses berikutnya, limbah cair dipompa menuju menara aerasi dengan disaring menggunakan batu zeolite dan arang untuk menyaring partikel – partikel yang belum tersaring pada saat tahapan penyaringan. Sementara aerasi bertujuan untuk memberikan O2.Pada tahap aerasi tersebut, udara akan terikat, sehingga O2 yang digunakan mikroba untuk metabolism tersedia, dan mikroba dapat menguraikan sisa daging dengan  maksimal (Nurfitriani, 2010).
      ·          Penyaringan 3
Proses selanjutnya, limbah dialirkan melalui saringan yang berisi batu zeolite. Batu tersebut berfungsi untuk menyerap partikel – partikel yang terlarut dalam air, sehingga air menjadi lebih jernih.Zeolite merupakan Kristal alumina silica dengan struktur tiga dimensi yan terbentuk dari tetrahedral alumina dan silica dengan rongga di dalamnya berisi ion – ion logam, berupa alkali atau alkali tanah, serta molekul air yang bergerak bebas (Nurfitriani, 2010).
      ·          Pengendapan 2 (sedimentasi 2)
Setelah melalui proses penyerapan 3, tahapn selanjutnya yaitu air limbah dialirkan ke kolam pengendapan 2 yanng terbagi tiga bagian, dan  kolam bagian  terakhir  diberi tawas untuk menjernihkan, serta bubuk kaporit untuk membunuh kuman. Pada proses tersebut, disebut sebagai tahap disinfeksi. Agar proses pengendapan berjalan seara optimal, maka harus dipastikan bahwa tidak ada perlakuan seperti pengadukan yang nantinya akan  menyebabkan endapan dari dasar kolam naik ke permukaan menjadi suspense lagi bersama air limbah (Nurfitriani, 2010).
      ·          Penyaringan 4
Proses selanjutnya dilakukan penyaringan akhir menggunakan arang dan ijuk. Arang memiliki sifat adsortif terhadap larutan atau uap, sehingga bahan tersebut dapat berfungsi sebagai penjernih dari air limbah dengan menyerap zat – zat tertentu yang berasal dari air limbah.Sementara ijuk, kawat, baja berfungsi untuk menyaring sisa partikel terlarut. Setelah melewati penyaringan akhir, limbah dialirkan melalui pipa pengukur debit limbah dan langsung mengalir pada saluran air menuju sungai di sekitar pabrik (Nurfitriani, 2010).

3.      Limbah Gas
   Limbah gas dari PT ILUFA tidak diproses secara spesifik, karena gas yng dihasilkan tidak berbahaya. Gas yang dihasilkan berasal dari gas buang pada proses pembuangan gas CO. Gas CO yang telah dipakai pertama dikeluarkan dan ditampung pada kantong ukuran besar. Setelah dua kali pemakaian, baru dibuang ke udara.Adapun pada pengisian gac CO terdapat alat pendeteksi kebocoran gas, sehingga angka keracunan bisa ditekan (Nurfitriani, 2010).
Berdasarkan literature, dijelaskan bahwa secara garis besar, teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis (Annonymousa, 2010).
  • Secara Fisik
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis (Annonymousa, 2010). Secara fisik, penanganan limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau saringan (Annonymousa, 2010).


  • Secara Kimiawi
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan (Annonymousa, 2010).
  • Secara Biologis
Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok, duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari jenis limbah.  Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan bahan anorganik sebagai sumber energi (Annonymousa, 2010).
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat dimanfaatkan oleh mikroba (Annonymousa, 2010).
4.      Limbah B3
Berdasarkan hasil pengolahan limbah di PT ILUFA, tidak ada penanganan khusus untuk pengelolaan jenis limbah B3, karena PT tersebut tidak menghasilkan limbah jenis ini.
 Namun, apabila suatu perusahaan pengolahan ikan menghasilkan limbah B3, maka harus ada penanganan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin  ditimbulkan  apabila  limbah  ini  menyebar  ke  lingkungan.  Hal  tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3  dilakukan  sesuai  dengan  karakteristik  limbah  yang  bersangkutan.  Namun  secara  umum dapat dikatakan  bahwa  kemasan  limbah B3  harus memiliki  kondisi  yang baik, bebas  dari  karat  dan  kebocoran,  serta  harus  dibuat  dari  bahan  yang  tidak  bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk  limbah  yang mudah meledak, kemasan  harus dibuat  rangkap dimana kemasan bagian  dalam  harus  dapat  menahan  agar  zat  tidak  bergerak  dan mampu  menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan  peroksida  organik  juga  memiliki  persyaratan  khusus  dalam  pengemasannya. Pembantalan kemasan  limbah  jenis  tersebut harus dibuat dari bahan yang  tidak mudah terbakar  dan  tidak  mengalami  penguraian  (dekomposisi)  saat  berhubungan  dengan limbah.  Jumlah  yang  dikemas  pun  terbatas  sebesar  maksimum  50  kg  per  kemasan sedangkan  limbah  yang memiliki  aktivitas  rendah biasanya dapat dikemas  hingga 400 kg per kemasan (Arif, M. 2012).
Limbah  B3  yang  diproduksi  dari  sebuah  unit  produksi  dalam  sebuah  pabrik  harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan  limbah. Penyimpanan  harus  dilakukan  dengan  sistem  blok  dan  tiap  blok  terdiri  atas  2×2 kemasan.  Limbah-limbah  harus  diletakkan  dan  harus  dihindari  adanya  kontak  antara limbah yang tidak kompatibel (Arif, M. 2012). 

Metode pengolahan limbah B3 ada tiga cara yaitu (Arif, M. 2012):
1.    Chemical Conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
·         menstabilkan  senyawa-senyawa  organik  yang  terkandung  di  dalam lumpur
·         mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
·         mendestruksi organisme patogen
·         memanfaatkan  hasil  samping  proses  chemical  conditioning  yang masih
·         memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion.
·         mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.

2.    Solidification/Stabilization
Stabilisasi  didefinisikan  sebagai  proses pencampuran  limbah  dengan  bahan  tambahan  (aditif)  dengan  tujuan menurunkan  laju migrasi  bahan  pencemar  dari  limbah  serta  untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sementara solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali berkaitan, sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1)      Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan bebahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar.
2)      Microencapsulation, yaitu proses yang mirip Macroencapsulation, tetapi bahan pencemar terhubungkan secara fisik dalam struktur Kristal pada tingkat mikroskopik
3)      Prepicitation
4)      Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5)      Absorpsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya  ke bahan  padat.
6)      Detoksification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hingga sama sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilitas umumnya menggunakan semen kapur (CaOH2), and termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan  metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitas diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3.      Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, sesrta gas secara simultan. 



                                                                 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pengolahan limbah Industri Ikan Fillet PT ILUFA, dapat disimpulkan bahwa:
          ·          PT ILUFA merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembekuan ikan fillet berusaha secara maksimal menangani limbah yang dihasilkan dari proses produksi berupa limbah padat, cair, serta gas.
          ·          Penanganan limbah padat PT ILUFA dikelompokkan menjadi limbah padat basah dan padat kering, yang diproses mengguanakan suhu rendah sebelum dijual kepda pengepul, sehingga menambah nilai jual limbah padat.
          ·          Sementara penanganan limbah cair dilakukan proses secara bertahap yaitu, penyaringan, pengendapan, serta aerasi, dengan tujuan senyawa – senyawa berbahaya didalamnya dapat dinetralisir sebelum dibuang ke salauran pembuagan.
          ·          Untuk limbah gas diproses secara spesifik, karena gas yng dihasilkan tidak berbahaya.
        ·            Limbah cair PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah memenuhi standar baku mutu limbah cair, karena dari data tersebut parameter yang diukur yaitu nilai BOD, COD, TSS, minyak dan lemak serta nilai pH tidak melebihi ambang batas maksimal yang dianjurkan, sehingga tidak menimbulkan dampak berbahaya terhadapa lingkungan. nilai BOD  menunjukkan 39.4 mg/L (dari standar 150 mg/L), untuk nilai COD menunjukkan 91.2 mg/L sehingga telah memenuhi syarat nilai standar baku mutu yaitu batas maksimal nilai COD adalah 300 mg/L.
          ·          Total Solid Suspended menunjukkan hasil 20 ppm (dari nilai standar 400 ppm), untuk kandungan minyak dan lemak menunjukkan  1.05 mg/ L (dari 10 mg/L), sedangkan untuk nilai pH yang terkandung menunjukkan nilai 8.5 (dari 6 – 9).








DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2012. Pengolahan Limbah IndustriLimbah B3. FKM: Universitas Esa Unggul

Annonymousa. 2010. Penanganan Limbah Hasil Perikanan secara Biologis. http://eafrianto.wodpress/2009/12/10. Diunduh pada 5 April 2014

Colic M, Murse W, Hicks J, Lechter A, Miller J. D. 2011. Case Study: Fish Processing Plant Wastewater Treatment. Clean Water Technology, inc: Coleta, CA

Gonzales J. F. 1996. Wastewater Treatment in the Fishery Industry. FAO Fisherres Technical Paper, No. 355/ FAO, Rome (Italy: Fisheries Dept

Nabil M, Trilaksani, Salamah W. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thumus sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin THP Vol IX Nomor 2 Tahun 2006

Nurfitriani, M. 2010. Penanganan Limbah Cair di PT Aneka Tuna Indonesia Gempol-Jawa Timur. Praktek Kerja Lapangan.

Oktavia A. D. 2012. Pengolahan Limbah Cair Perikanan menggunakan Konsorsium Mikroba Indigenous Proteolitik dan Lipolitik. Agrointek THP FATETA: IPB
  
Sugiantoro, A. 2012. Proses Pengolahan Ikan Kerapu & Limbah Fillet Ikan Kerapu di PT Inti Luhur Fuja Abadi Pasuruan. Praktek Kerja Lapangan.


Wajdi, R. F. 2012. Proses Pengolahan Limbah Ikan Kerapu (Epinephelus sp) PT Inti Luhur Fuja Abadi – Beji, Pasuruan. Praktek Kerja Lapangan.