TUGAS
PAPER
SANITASI
DAN PENGOLAHAN LIMBAH
(PENGOLAHAN
LIMBAH INDUSTRI IKAN)
Disusun
Oleh:
1.
Elga
Wuri P. (125100101111021)
2.
Qory
Amalia (125100101111023)
3.
Novita
Kartika S. (125100101111025)
4.
Yatik (125100101111027)
Kelas-G
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan Negara yang sangat kaya akan hasil laut. Umumnya hasil laut tersebut
dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai macam olahan hasil laut
dapat dijumpai diberbagai wilayah Nusantara. Industri olahan yang ada umumnya
masih konvensional atau miniplan, di mana lokasi industri masih berdekatan
dengan tempat penangkapan ikan sebagai penyediaan sumber bahan baku olahan.
Sementara, pada umumnya pengolah tradisional maupun industry menengah – bawah
tidak melakukan penanganan limbah yang dihasilkan dari hasil pengolahan ikan,
sehingga terjadi pencemaran air dan menimbulkan bau khas ikan yang tercium di
sekitar area pengolahan. Demikian halnya pada limbah air pencucian ikan yang
masih mempunyai kandungan protein, lemak, serta zat padat terlarut yang tinggi.
Beberapa perusahaan pengolahan ikan sudah melakukan penanganan air pencucian
sebelum dibuang ke saluran air.
Menurut Undang-undang
Republik Indonesia (UU
RI) No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH), secara umum, limbah
adalah bahan sisa atau buangan
yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan
proses produksi, baik
pada skala rumahtangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya.
Bentuk limbah tersebut
dapat berupa gas dan
debu, cair atau
padat. Di antara
berbagai jenis limbah
ini ada yang bersifat
beracun atau berbahaya
dan dikenal sebagai
Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (Limbah B3). Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan
penanganan yang baik terhadap limbah tersebut agar jumlah polutan berkurang
sehingga tidak mencemari lingkungan.
Limbah
perikanan sendiri adalah sisa buangan dari sebuah perusahaan perikanan yang
tidak diinginkan yang bersifat organik maupun non organik. Menurut Colic et al. (2011) menuliskan bahwa tipe
utama dari limbah yang ditemukan pada industri pengolahan ikan adalah darah,
kulit, kepala ikan, sisik, tulang ataupun sisa daging yang menempel pada
tulang.
PT Inti Luhur Fuja Abadi adalah salah satu perusahaan
perikanan yang bergerak di bidang pembekuan fillet ikan yang telah berupaya
semaksimal mungkin untuk menangani limbah yang ditimbulkan dari proses produksi.
Untuk menangani berbagai limbah yang dihasilkan, PT ILUFA telah melakukan
bebagai penanganan limbah guna meminimalisir dampak yang tidak diinginkan,
sehingga dari sudut pandang itulah perlu untuk mengetahui sifat dan
karakteristik limbah yang dihasilkan guna memahami dasar – dasar teknologi
pengolahan limbah. Teknologi pengolahan limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan.
JENIS
DAN KLASIFIKASI LIMBAH YANG DIHASILKAN
Limbah hasil
perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat
berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah
ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian
ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan
karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai teknik
penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing jenis
limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang
satu dengan limbah lainnya.
a. Jenis
limbah dari bentuk fisiknya adalah:
·
Limbah padat,
yang lebih dikenal
sebagai sampah. Bentuk
fisiknya padat. Definisi menurut
UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari- hari
dan/atau proses alam
yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa
organisme, barang dari plastik,
kaleng, botol, dll.
·
Limbah cair.
Bentuk fisiknya cair. Contoh:
air buangan rumahtangga, buangan
industri, dll.
·
Limbah gas dan
partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan
kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri.
b. Jenis
limbah dari zat pembentuknya adalah:
·
Limbah organik.
Limbah ini dapat terurai secara alami, contoh: sisa organisme (tumbuhan, hewan).
·
Limbah anorganik.
Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik, botol,, kaleng, dll.
Disamping pembagian
berdasarkan zat pembentuk
dan bentuk fisiknya,
ada yang disebut Limbah
Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3),
limbah ini dapat
berbentuk padat,
cair dan gas.
Limbah B3 ialah
setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena mudah meledak,
mudah terbakar, bersifat
reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif, dan
lain-lain yang bila
diuji dengan toksikologi
dapat diketahui termasuk limbah
B3, serta konsentrasi
atau jumlahnya yang
baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia. Contoh: limbah
medis (suntikan, botol
obat), limbah industri, baterai, accu (aki), oli bekas,
dll.
KARAKTERISTIK
(KOMPOSISI) LIMBAH
A.
Limbah padat
Limbah padatan memiliki ukuran
bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram
(Annonymousa, 2010). Limbah tersebut tersusun atas makro dan
mikrokomponen yang masih dapat dimanfaatkan, seperti kandungan protein dan
kalsium pada tulang ikan, karbohidrat, asam lemak pada kulit, mineral, serta
komponen lain yang bergizi bagi consumer. Limbah berbentuk padat berupa
potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan (Nabil, M. 2006).
B.
Limbah cair
Limbah cair
hasil buangan hasil industri pengolahan ikan mengandung berbagai macam bahan
organic seperti sisa daging, isi perut, protein, lemak, serta karbohidrat yang
akan berpengaruh terhadap karakteristik limbah cair tersebut. Selain komposisi
bahan baku, teknologi proses yang digunakan juga turut menentukan
karakteristiknya (Gonzales, 1996). Oleh karena itu, karakteristik awal
dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia untuk mengetahui cara
penanganan terbaik yang harus dilakukan. Berikut adalah parameter untuk limbah
cair hasil pengolahan ikan PT ILUFA.
|
Parameter
|
Kadar maksimum
|
|
BOD
|
39.4 mg/L
|
|
COD
|
91.2 mg/L
|
|
TSS
|
20
|
|
Minyak dan lemak
|
<1.05 mg/L
|
|
pH
|
8.5
|
Sementara
berdasarkan Aturan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Limbah Cair Industri Ikan Sesuai KEP-51/MENLH/10/1995, yaitu:
|
Parameter
|
Batas maksimal yang
dianjurkan
|
|
|
Fisika
|
||
|
Suhu
|
400C
|
|
|
TDS
|
4000 ppm
|
|
|
TSS
|
400 ppm
|
|
|
Kimia
|
||
|
pH
|
6 – 9
|
|
|
Sulfida (H2S)
|
0.1 mg/L
|
|
|
Amonia bebas
|
5 mg/L
|
|
|
Nitrat
|
30 mg/L
|
|
|
Nitrit
|
3 mg/L
|
|
|
BOD5
|
150 mg/L
|
|
|
COD
|
300 mg/L
|
|
|
Minyak/lemak
|
10 mg/L
|
|
*Sumber:
Oktavia, 2012. jurnal Agrointek Volume 5, No. 2. Teknologi Industri
Pertanian FATETA – IPB
Hasil pengujian limbah
cair PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah diketahui parameter nilai BOD, COD, TSS,
minyak dan lemak serta pH. Sehingga ketika dibandingkan dengan standar baku
mutu untuk limbah cair oleh KEP-51/MEN LH/10/1995 dapat dianalisis bahwa nilai
BOD menunjukkan 39.4
mg/L, apabila dibandingkan dengan standar baku mutu telah memenuhi syarat
karena kadar maksimum nilai BOD5 adalah 150 mg/L. Sedangkan untuk
nilai COD menunjukkan 91.2 mg/L sehingga telah memenuhi syarat nilai standar
baku mutu yaitu batas maksimal nilai COD adalah 300 mg/L. Dari data tersebut
menunjukkan nilai COD>BOD.
Total Solid Suspended menunjukkan hasil 20 ppm
sehingga apabila dibandingkan dengan standar baku mutu limbah cair nilai TSS
memiliki batas maksimal yang dianjurkan yaitu 400 ppm sehingga telah memenuhi
persyaratan karena nilai TSS tidak
melebihi batas maksimal yang dianjurkan. Sedangkan, kandungan minyak dan lemak
menunjukkan 1.05 mg/ L apabila
dibandingkan dengan standar baku mutu dapat dikatakan dapat memenuhi standar
baku mutu pengolahan limbah cair karena tidak melebihi batas maksimum yang
dianjurkan untuk kandungan minyak dan lemak yaitu 10 mg/L. Sedangkan untuk
nilai pH yang terkandung menunjukkan nilai 8.5 sehingga telah memenuhu batas
maksimum standar baku mutu limbah cair karena rentang pH yang dianjurkan antara
6 sampai 9. Sehingga dari analisis data tersebut dapat dikatakan limbah cair
PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah memenuhi standar baku mutu limbah cair, karena
dari data tersebut parameter yang diukur yaitu nilai BOD, COD, TSS, minyak dan
lemak serta nilai pH tidak melebihi ambang batas maksimal yang dianjurkan.
C. Limbah
gas
limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan
karena adanya senyawa gas buang pada proses pembuangan gas CO, amonia, hidrogen
sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah
dikembangkan (Nabil, M. 2006). Limbah gas akan ditangani atau diolah
menggunakan teknik kimiawi dan biologis (Annonymousa, 2010).
PARAMETER DAN METODE
PENGUKURAN LIMBAH
Untuk menentukan derajat pengotoran air
limbah industri:
1. Mengukur
adanya E.Coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah E.Coli untuk
setiap ml air limbah. Jelaslah yang diukur disini ialah bahan pengotor yang
bersifat organis.
2.
Mengukur suspended solid, yang
biasanya dinyatakan dalam ppm.
3.
Mengukur zat-zat yang mengendap
dalam air limbah industri yang dinyatakan dalam ppm.
4.
Mengukur kadar oksigen yang
larut yang dinyatakan dalam ppm. Pengukuran kadar oksigen yang larut ini
dianggap pokok karena dengan diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan
apakah air tersebut dapat dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara
ikan, tumbuhan dan lain sebagainya.
Ada
beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar oksigen dalam air limbah
industri, antara lain yaitu Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen
Demand), Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand), dan
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen).
PENGOLAHAN LIMBAH
1.
Limbah
Padat
Berdasarkan
limbah yang diperoleh PT ILUFA, limbah padat dapat dikelompokkan menjadi 2
jenis, yakni
a) Limbah
padat basah
Terdiri dari kepala ikan kakap merah,
tulang, sisik ikan, isi perut, insang, daging tetelan, duri ikan, serta kulit.
Secara keseluruhan, limbah tersebut diolah dengna cara dipotong dan dipisahkan
per bagian, dan beberap bagian seperti kepala ikan dan daging tetelan, kemudian
dibekukan supaya tidak menimbulkan bau busuk. Adapun secara detailnya sebagai
berikut.
·
Kepala ikan
Diproses
dengan cara memisahkan bagian kepala dari badan ikan. Kemudian dicuci dan
disimpan kedalamAir Blast Freezer. Hasil limbah kemudian dijual kepada pengepul dan
dirumah makan yang bias diolah menjadi nugget.
Harganya berkisar Rp, 20.000 /kg untuk ikan angoli. Adapun dari segi
nutrisinya, kepala ikan dan mata ikan mengandung polysacharida yang berfungsi
mengontrol aliran darah (Wadji, 2012).
·
Tulang ikan
Pengolahan
limbah tulang ikan dilakukan dengan cara mengambil daging ikan, dipisahkan dari
kepalanya, kemudian dicuci dan disimpan
kedalamAir Blast Freezer. Tulang
ikan yang sudah dibebukan kemudian dijual kepada pengepul untuk dimanfaatkan
menjadi tepung ikan.
Adapun
dari segi nutrisinya, tepung ikan mempunyai kndungan gizi lebih dibandingkan
dengan tepung biasa. Kandungan tulang ikan dapat menjadi sumber mineral seperti
Ca2+ , kolagen, yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tulang dan
gigi (Wadji, 2012).
·
Sisik ikan
Pengolahan
sisik ikan dilakukan dengan cara dicuci bersih, kemudian dijemur dibawah sinar
matahari. Sisik ikan yang telah dijemur tersebut akan berwarna putih cerah.
Hasil jemuran sisik ikan dijual dengan kisaran harga Rp. 10.000 /kg.
Adapun
dari segi nutrisi, sisik ikan mengandung senyawa organic lain seperti protein
40 – 84 % yang berupa kolagen dan ichtylepidin.Kolagen banyak dimanfaatkan
dalam bidang medis maupun kosmetik.Kandungan kolagen pada ikan mempunyai
keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan kolaagen yang diperoleh dari
limbah peternakan (Wadji, 2012).
·
Isi perut ikan
Proses
pengolahannya sama seperti limbah sebelumnya. Sebagian besar dibeli konsumen
untuk pakan ternak dengan harga Rp. 200/kg (Wadji, 2012).
·
Daging tetelan
Diperoleh
dari sisa daging pada proses fillet yang tidak terpakai dan telah dipisahkan
melalui proses trimming. Proses
pengolahan daging tetelan sama dengan
limbah lainya, yaitu dicuci kemudian disimpan dalam Air Blast Freezer. Apabila pembeli membeli tanpa dibekukan, maka
perusahaan akan menjual dengan harga Rp. 6000/kg, sementara yang sudah
dibekukan, harga mencapai Rp. 8000/kg. apadun daging tetelan tersebut oleh
pembeli digunakan untuk membuat nugget ikan, kerupuk, tempura (Wadji, 2012).
·
Duri ikan
Duri
biasanya dijiual kepada warga sekitar pabrik dengan harga Rp. 3000 – Rp. 6000/kg.Duri
tersebut dapat digunakan untuk membuat kerupuk, dan abon.Duri juga mempunyai
nilai nutrisi yaitu kandungan kalsium didalamnya yang sangat baik bagi tulang,
serta mencegah osteoporosif (Wadji, 2012).
·
Kulit ikan
Kulit
diperoleh dari pemisahan kulit dari dagingnya pada proses skinless fillet.
Setelah dicuci, disimpan kedalam Air
Blast Freezer.harga penjualan biasanya
berkisar Rp. 2.750/kg, namun jika telah dikemas dan dibekukan, harganya
naik menjadi Rp. 4000/kg (Wadji, 2012).
b) Limbah
padat kering
Limbah tersebut berupa karton, plastic
spons (plastic bekas CO), plastic untuk alas
ikan, sarung tangan latex, serta plastic vakum. Plastic vakum apabila
telah dua kali digunakan untuk menyimpan gas CO, maka dibuang dengan cara
menyobek plastic plastic tersebut. Plastik dijual dengan harga Rp. 1.000 – Rp.
2.000/kg.Sementara harga limbah karton yang dilapisi oleh lilin Rp. 300/kg,
sedangkan yang tidak terlapisi lilin Rp. 750/kg.
Sementara plastic untuk alas ikan dan sarung tangan
latex dikeringkan terlebih dahulu, kemudian dibakar. Tempat untuk pembakaran
limbah kering jauh dari tempat produksi, agar tidsk mencemari produk, serta
asap yang dihasilkan tidak mengganggu pekerja maupun pemukim sekitarnya.
Pembakaran biasanya dilakukan di belakang pabrik didekat pengolahan limbah cair
(IPAL) (Wadji, 2012).
2.
Limbah
Cair
Adapun
metode yang dilakukan untuk pengolahan limbah cair meliputi diagram berikut
ini.
![]() |
Penyaringan
2
Aerasi
Penyaringan
3
Pengendapan
2
Penyaringan
4
|
||||
(*Sumber: Nurfitriani, 2010)
·
Penyaringan
1
Yaitu
air limbah dari proses produksi keluar melalui pipa saluran limbah processing dan langsung mengalir ke
tempat penyaringan pada bak 1. Limbah disaring dengan ram besi berisi ijuk. Hal
tersebut dilakukan agar limbah padat tidak ikut terbawa oleh limbah cair yang
akan diproses pada IPAL (Nurfitriani, 2010).
·
Penyaringan
2
Selanjutnya
limbah dialirkan ke dalam bak 2 untuk dilakukan penyaringan menggunakan batu
zeolite, pasir kasar, serta pasir halus, bertujuan untuk mereduksi partikel –
partikel yang tidak diinginkan (Nurfitriani, 2010)
·
Pengendapan
1 (sedimentasi 1)
Setelah limbah melewati penyaringan,
maka dialirkan menuju sumur penampungan , guna menampung limbah sebelum dipompa
menuju menara aerasi. Sumur penampungan terdiri dari 3 buah sumur dengan
diameter masing – masing 0, 75 meter dan kedalaman 2, 5 meter.
Tujuan pengendapan pertama adalah mengurangi
partikel – partikel terlarut yang terdapat pada limbah cair sisa produksi.Pada
bagian atas kolam terdapat pipa yang dapat menyalurkan air limbah untuk dialirkan
ke tahapan selanjutnya (Nurfitriani, 2010).
·
Aerasi
(pemberian oksigen)
Proses berikutnya, limbah cair dipompa
menuju menara aerasi dengan disaring menggunakan batu zeolite dan arang untuk
menyaring partikel – partikel yang belum tersaring pada saat tahapan
penyaringan. Sementara aerasi bertujuan untuk memberikan O2.Pada
tahap aerasi tersebut, udara akan terikat, sehingga O2 yang
digunakan mikroba untuk metabolism tersedia, dan mikroba dapat menguraikan sisa
daging dengan maksimal (Nurfitriani,
2010).
·
Penyaringan
3
Proses selanjutnya, limbah dialirkan melalui
saringan yang berisi batu zeolite. Batu tersebut berfungsi untuk menyerap
partikel – partikel yang terlarut dalam air, sehingga air menjadi lebih
jernih.Zeolite merupakan Kristal alumina silica dengan struktur tiga dimensi
yan terbentuk dari tetrahedral alumina dan silica dengan rongga di dalamnya
berisi ion – ion logam, berupa alkali atau alkali tanah, serta molekul air yang
bergerak bebas (Nurfitriani, 2010).
·
Pengendapan
2 (sedimentasi 2)
Setelah melalui proses penyerapan 3,
tahapn selanjutnya yaitu air limbah dialirkan ke kolam pengendapan 2 yanng
terbagi tiga bagian, dan kolam
bagian terakhir diberi tawas untuk menjernihkan, serta bubuk
kaporit untuk membunuh kuman. Pada proses tersebut, disebut sebagai tahap
disinfeksi. Agar proses pengendapan berjalan seara optimal, maka harus
dipastikan bahwa tidak ada perlakuan seperti pengadukan yang nantinya akan menyebabkan endapan dari dasar kolam naik ke
permukaan menjadi suspense lagi bersama air limbah (Nurfitriani, 2010).
·
Penyaringan
4
Proses selanjutnya dilakukan penyaringan
akhir menggunakan arang dan ijuk. Arang memiliki sifat adsortif terhadap
larutan atau uap, sehingga bahan tersebut dapat berfungsi sebagai penjernih
dari air limbah dengan menyerap zat – zat tertentu yang berasal dari air
limbah.Sementara ijuk, kawat, baja berfungsi untuk menyaring sisa partikel
terlarut. Setelah melewati penyaringan akhir, limbah dialirkan melalui pipa
pengukur debit limbah dan langsung mengalir pada saluran air menuju sungai di
sekitar pabrik (Nurfitriani, 2010).
3.
Limbah
Gas
Limbah gas dari PT ILUFA tidak diproses
secara spesifik, karena gas yng dihasilkan tidak berbahaya. Gas yang dihasilkan
berasal dari gas buang pada proses pembuangan gas CO. Gas CO yang telah dipakai
pertama dikeluarkan dan ditampung pada kantong ukuran besar. Setelah dua kali
pemakaian, baru dibuang ke udara.Adapun pada pengisian gac CO terdapat alat
pendeteksi kebocoran gas, sehingga angka keracunan bisa ditekan (Nurfitriani,
2010).
Berdasarkan
literature, dijelaskan bahwa secara garis besar, teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi
menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis
(Annonymousa, 2010).
- Secara Fisik
Penanganan
dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara limbah
berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah secara
fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya.
Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi
bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau diolah
menggunakan teknik kimiawi dan biologis (Annonymousa, 2010). Secara fisik, penanganan
limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan
disesuaikan dengan kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Penyaring
yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau saringan (Annonymousa,
2010).
- Secara Kimiawi
Penanganan
dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia
tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah
berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah
menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan (Annonymousa, 2010).
- Secara Biologis
Pengolahan
limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman dan
mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok, duckweed,
dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa
dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari jenis
limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada
pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof
dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan bahan
anorganik sebagai sumber energi (Annonymousa, 2010).
Jamur yang
digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara biologis bersifat
nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan
pengolahan limbah bersel tunggal dan memiliki kemampuan bergerak
(motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan pengolahan limbah secara
biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu melakukan
fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat dimanfaatkan
oleh mikroba (Annonymousa, 2010).
4.
Limbah
B3
Berdasarkan hasil pengolahan limbah di
PT ILUFA, tidak ada penanganan khusus untuk pengelolaan jenis limbah B3, karena
PT tersebut tidak menghasilkan limbah jenis ini.
Namun, apabila suatu perusahaan pengolahan
ikan menghasilkan limbah B3, maka harus ada penanganan khusus mengingat bahaya
dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila
limbah ini menyebar
ke lingkungan. Hal
tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya.
Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai
dengan karakteristik limbah
yang bersangkutan. Namun
secara umum dapat dikatakan bahwa
kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi
yang baik, bebas dari karat
dan kebocoran, serta
harus dibuat dari
bahan yang tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah
yang mudah meledak, kemasan harus
dibuat rangkap dimana kemasan
bagian dalam harus
dapat menahan agar
zat tidak bergerak
dan mampu menahan kenaikan
tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive
dan peroksida organik
juga memiliki persyaratan
khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah
jenis tersebut harus dibuat dari
bahan yang tidak mudah terbakar dan
tidak mengalami penguraian
(dekomposisi) saat berhubungan
dengan limbah. Jumlah yang
dikemas pun terbatas
sebesar maksimum 50
kg per kemasan sedangkan limbah
yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan (Arif, M. 2012).
Limbah
B3 yang diproduksi
dari sebuah unit
produksi dalam sebuah
pabrik harus disimpan dengan
perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus
dilakukan dengan sistem
blok dan tiap
blok terdiri atas
2×2 kemasan. Limbah-limbah harus
diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel (Arif, M.
2012).
Metode
pengolahan limbah B3 ada tiga cara yaitu (Arif, M. 2012):
1. Chemical
Conditioning. Tujuan utama dari chemical
conditioning ialah:
·
menstabilkan senyawa-senyawa organik
yang terkandung di
dalam lumpur
·
mereduksi volume dengan
mengurangi kandungan air dalam lumpur
·
mendestruksi organisme
patogen
·
memanfaatkan hasil
samping proses chemical
conditioning yang masih
·
memiliki nilai ekonomi
seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion.
·
mengkondisikan agar
lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima
lingkungan.
2. Solidification/Stabilization
Stabilisasi didefinisikan
sebagai proses pencampuran limbah
dengan bahan tambahan
(aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi
bahan pencemar dari
limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Sementara solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali berkaitan, sehingga
sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses
solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 4
golongan, yaitu:
1) Macroencapsulation, yaitu
proses dimana bahan bebahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang
besar.
2)
Microencapsulation,
yaitu proses yang mirip Macroencapsulation, tetapi bahan
pencemar terhubungkan secara fisik dalam struktur Kristal pada tingkat
mikroskopik
3)
Prepicitation
4)
Adsorpsi,
yaitu proses dimana bahan pencemar
diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5)
Absorpsi,
yaitu proses solidifikasi bahan pencemar
dengan menyerapkannya ke bahan padat.
6) Detoksification, yaitu
proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat
toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hingga sama sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilitas
umumnya menggunakan semen kapur (CaOH2), and termoplastik. Metoda yang
diterapkan di lapangan metoda in-drum
mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitas diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995
dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3.
Incineration
Teknologi pembakaran (incineration )
adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi
mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat).
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat
karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata
ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana
sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang
dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi
adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan
kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value
juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3
ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open
pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator
tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah
limbah padat, cair, sesrta gas secara simultan.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pengolahan limbah Industri Ikan
Fillet PT ILUFA, dapat disimpulkan bahwa:
·
PT ILUFA merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang pembekuan ikan fillet berusaha secara
maksimal menangani limbah yang dihasilkan dari proses produksi berupa limbah
padat, cair, serta gas.
·
Penanganan limbah padat
PT ILUFA dikelompokkan menjadi limbah padat basah dan padat kering, yang
diproses mengguanakan suhu rendah sebelum dijual kepda pengepul, sehingga
menambah nilai jual limbah padat.
·
Sementara penanganan
limbah cair dilakukan proses secara bertahap yaitu, penyaringan, pengendapan,
serta aerasi, dengan tujuan senyawa – senyawa berbahaya didalamnya dapat
dinetralisir sebelum dibuang ke salauran pembuagan.
·
Untuk limbah gas
diproses secara spesifik, karena gas yng dihasilkan tidak berbahaya.
·
Limbah cair
PT. Inti Luhur Fuja Abadi telah memenuhi standar baku mutu limbah cair, karena
dari data tersebut parameter yang diukur yaitu nilai BOD, COD, TSS, minyak dan
lemak serta nilai pH tidak melebihi ambang batas maksimal yang dianjurkan, sehingga
tidak menimbulkan dampak berbahaya terhadapa lingkungan. nilai BOD menunjukkan 39.4
mg/L (dari standar 150 mg/L), untuk nilai COD menunjukkan 91.2 mg/L sehingga
telah memenuhi syarat nilai standar baku mutu yaitu batas maksimal nilai COD
adalah 300 mg/L.
·
Total Solid
Suspended menunjukkan hasil 20 ppm (dari nilai standar 400 ppm), untuk
kandungan minyak dan lemak menunjukkan
1.05 mg/ L (dari 10 mg/L), sedangkan untuk nilai pH yang terkandung
menunjukkan nilai 8.5 (dari 6 – 9).
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2012. Pengolahan Limbah Industri – Limbah
B3. FKM: Universitas Esa Unggul
Annonymousa. 2010. Penanganan Limbah Hasil Perikanan secara Biologis. http://eafrianto.wodpress/2009/12/10.
Diunduh pada 5 April 2014
Colic M, Murse W, Hicks J, Lechter A,
Miller J. D. 2011. Case Study: Fish
Processing Plant Wastewater Treatment. Clean Water Technology, inc: Coleta,
CA
Gonzales J. F. 1996. Wastewater Treatment in the Fishery
Industry. FAO Fisherres Technical Paper, No. 355/ FAO, Rome (Italy:
Fisheries Dept
Nabil M, Trilaksani, Salamah W. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thumus
sp.) sebagai Sumber Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin THP
Vol IX Nomor 2 Tahun 2006
Nurfitriani, M. 2010. Penanganan Limbah
Cair di PT Aneka Tuna Indonesia Gempol-Jawa Timur. Praktek Kerja Lapangan.
Oktavia A. D. 2012. Pengolahan Limbah Cair Perikanan menggunakan Konsorsium Mikroba
Indigenous Proteolitik dan Lipolitik. Agrointek THP FATETA: IPB
Sugiantoro, A. 2012. Proses Pengolahan
Ikan Kerapu & Limbah Fillet Ikan Kerapu di PT Inti Luhur Fuja Abadi Pasuruan.
Praktek Kerja Lapangan.
Wajdi, R. F. 2012. Proses Pengolahan
Limbah Ikan Kerapu (Epinephelus sp)
PT Inti Luhur Fuja Abadi – Beji, Pasuruan. Praktek Kerja Lapangan.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar